Senin, 15 Juni 2015

Singgasana Semua Manusia



Kukuruyuk kok kok kok petok petok suara ayam berkokok dibalik lahan jagung, menandakan hari sudah pagi. Rumput-rumput segar kembali berhias embun pagi, begitu juga daun-daun ada setitik air di ujungnya. Matahari mulai menyulam hari, sinarnya melelehkan udara dingin di pagi hari.
Seperti biasa Gareng tak pernah tepat dalam menjalankan ibadah di pagi hari, dia pun langsung bangun dengan ekspresi kaget “lhoh uwes isuk to cuk”, kemudian bergegas mengambil air wudhu dan melaksanakan ibadahnya. Padahal hampir setiap pagi dia terlambat bangun, dan gak bosan-bosannya laki-laki perantau ini kaget, mungkin hanya pencitraan. Kamar kos yang sempit itu sudah dimasuki cahaya matahari. Kamar yang berisi satu kasur, satu bantal, dan satu guling dan peralatan lainya selalu terlihat rapi untuk ukuran seorang laki-laki.
Pagi adalah waktu dimana gareng dan teman-teman kosnya petruk, bagong, togog, dan bilung berebut dan antri untuk mendapatkan singgasananya. Mereka selalu berebut dan tak pernah mau antri seperti pembagian zakat yang dilakukan oleh orang-orang kaya itu.
Entah kenapa kalau pas pembagian zakat atau pembagian yang lain yang berupa uang atau makanan orang-orang di negeri ini selalu berebut dan tak pernah mau antri. Semisal pembagian nasi bungkus, pembagian takjil, dan pembagian BLT (Bantuan Langsung “Telas”), “telas” artinya habis. Mereka selalu berebut, mungkin itu juga pencitraan biar terlihat “gayeng”. Media pun jadi punya bahan pemberitaan untuk sesuatu yang disebut “gayeng” itu. Sepeti ada gula ada semut, dimana ada kegayengan disitu pasti ada media.
Lhoh pagi itu bukan uang atau pun makanan yang direbutkan gareng dan kawan-kawanya. Pak Dursasana selaku pemilik kos menanyakan itu kepada gareng. Pak Dursana yang berkumis tebal yang menginspirasi tokoh pak Raden ini menanyakan dengan wajah sangar. “Reng, ngopo to kowe lan konco-koncomu kui angger isuk mesti kok gawe geger kos-kosan wae”. Belum sempat gareng menjawab, terdengar suara celetukan bagong dari belakang “Ora popo pak ben gayeng wae”, Gereng pun menambahi celetukan bagong iya pak biar “gayeng” aja, siapa tahu nanti ada media yang meliput rumah kosnya Pak Dursasana, kan Pak Kumis panggilan akrab Pak Dursasana di kampung nanti bisa terkenal seperti calon Pak Kapolri dulu itu. “Woo lha bocah-bocah edan”, Pak Dursasana pun berkata sambil melangkah pergi untuk memberi makan ayam-ayamnya yang berada di dekat lahan jagung miliknya
Dalam urusan berebut singgasana gareng selalu menjadi yang nomer wahid di setiap paginya, karena  kamar kos gareng terlatak di samping kamar mandi. Singgasana itu di dalam kamar mandi. Di depan kamar mandi ada tempat untuk mencuci baju, dan biasanya sambil menunggu gareng keluar dari singgasana petruk mencuci gelas dan pring di depan kamar mandi. Togog dan Bilung selalu bersama-sama untuk mencuci baju, walaupun bukan saudara kembar togog dan bilung ini adalah sahabat sejak TK kemana-mana mereka selalu berdua sampai kuliah pun mereka sejalan untuk mengambil universitas dan jurusan yang sama.
Sementara bagong hanya “klepas-klepus” menikmati rokok dan “nyruput” kopinya sambil sesekali berteriak “ndang cepet reng, nek ngising rasah suwe-suwe rasah kakean mikir nek neng njero”. Gareng memang sesosok orang yang intelek di selalu memikirkan apa yang menjadi ganjalan di pikiranya, termasuk saat dia berada di dalam kamar mandi.
Tak heran kalau kamar mandi dia sebut dengan ruang inspirasi atau bilik perenungan, dan WC dia sebut sebagai singgasana. Menurut gareng selagi kita berada di atas singgasana tak hanya kotoran dalam perut yang dikeluarkan tapi pikiran dan uneg-uneg kadang muncul di tempat itu dan di waktu itu. Tak jarang dari singgasana itu ide-ide brilian manusia tercipta.
Manusia punya singgasana yang selalu mereka duduki, tapi tak jarang mereka hanya menganggap subuah proses kehidupan yang kotor. Singgasana hanya sebuah buangan yang tak bermakna dan kotor, bukankah hal yang kotor adalah sesuatu yang bisa kita jadikan perenungan, kita tak mungkin bisa mengerti tentang bersih kalau tak mengatahui apa itu kotor.
Bukankah setiap manusia punya kentut dan punya kotoran untuk dikeluarkan, manusia adalah makhuk yang selalu kotor dan lebih kotor dari kotorannya sendiri kenapa masih ada manusia yang selalu merasa suci. Kita manusia kotor yang berusaha menjadi bersih tanpa harus benci terhadap apa yang disebut kotor. Dan WC adalah singgasana semua manusia di atas situlah manusia bebas berimajinasi apapun dan bebas memikirkan apapun seperti raja yang bebas melakukan apapun sesuai kehendak hatinya.
Sambil menunggu kotoraan yang keluar dari perutmu kalian juga bebas mengeluarkan pikiran-pikiran yang kalian rasakan. Di singgisana itu walau raga kalian terpojok oleh hiruk pikuk dunia yang penuh ilusi ini, tapi di singgasana itulah pikiran kalian bebas.
Sambil nerocos tak karuan kepada bagong, tiba-tiba gareng membacakan puisi dengan lantang sambil “ngeden”, berikut cuplikan puisi gareng kepada bagong:



Ruang Inspirasi

Ditumpuk, ditimbun, dan kemudian dibakar
Pikiran ini menggumpal seperti sampah
Tak wajib dilenyapkan tapi harus dikeluarkan
Dikeluarkan bersamaan dengan sampah di perutmu

Melayang dan menyebar kesana kemari
Seperti awan yang bergerak mencari tujuan berlabuh angin ribut
Seperti awan yang akan menjadi butiran hujan yang menyejukkan
Pikiran ini harus dijatuhkan
Harus diturunkan seperti harga sembako menjelang puasa dan lebaran
Diturunkan bersamaan sampah di perutmu
Biar tak menjadi uap panas yang menggerahkan

Titik-titik, sudut-sudut, sela-sela
Hampir tiada lagi tempat untuk disinggahi
Semua penuh, semua sesak seperti kota metropolitan
Penuh dengan manusia, penuh dengan kendaraan, penuh dengan asap,
Dan pasti penuh dengan kotoran
Kotoran yang mereka ciptakan sendiri dan kemudian mereka buang lagi
Hanya untuk sebuah ambisi pemenuhan isi perut
Yang tak disadari bahwa perut tak lain adalah pencipta kotoran

Terdiam, di dalam bilik perenungan
Hanya tempat ini yang menjadi sebuah jawaban
Sebuah ruang inspirasi yang pengap
Konsentrasi, hanya butuh sedikit waktu untuk mengakhiri
Booooom, semua keluar berhampuran dan berserakan
Seperti serangan Pearl Harbor pangkalan angkatan laut amerika di Hawaii
Pikiran dan sampah perut pun keluar dibalik bilik
Inilah yang dinamakan “ngising”.


Bagong tak menggubris dia hanya memainkan asap rokoknya dari mulut yang krmudian dia keluarkan dengan bentuk lingkaran, dan sesekali asap yang dia keluarkan dia hisap kembali melalui hidung. Kopi di cangkir bagong sudah habis dan gareng tak kunjung keluar dari singgasananya. Hei blok, berapa lama lagi kamu akan keluar dari singgasanamu. Kamu bukan presiden yang wajib merungkan apa yang menjadi masalah di negeri ini, kamu itu hanya kotoran-kotoran mambu yang tak mungkin tercium dan dicium oleh hidung pengusa yang sudah tertutup dengan bau sedapnya uang.
Kamu jangan lebay reng, jangan kayak anggota DPR yang sok beraspirasi buat rakyatnya, mereka membutuhkan dana aspirasi sebesar Rp 20 M setiap tahunnya. Alasanya sih untuk menyejahterakan dapilnya masing-masing. Mau jadi pahlawan buat dapil-dapilnya. Memangnya di dapil itu tidak punya kepala daerah. Pengusa-pengusa negeri ini sudah mulai tumpang tindih tugasnya reng, apa kamu akan memikirkan mereka yang tak memikirkan nasib kita yang tidak tahu besok mau makan apa??.  Haaaa
Yang terpenting saat ini adalah kamu itu harus segera keluar dari singgasanamu itu. Kami ini juga mengantri untuk “ngising”, kami juga punya uneg-uneg, bukankah setiap manusia yang waras itu juga perlu uneg-uneg, “ngerti opo ora Cuk??”, Bagong berteriak keras. Jangan kayak Pak Harto kalau sudah duduk di singgasana tak mau turun-turun. Apa kami harus menunggu 32 tahun hanya untuk sekedar “ngising”.
Suatu hari petruk, bagong, togog, dan bilung yang tak tahan dengan kelakuan gareng ketika di kamar mandi lapor kepada Pak Kumis. Sebelum lapor mereka berunding dengan gareng untuk membuatkan surat permintaan WC kepada Pak Kumis, dan gareng pun menyetujuinya.
Akhirnya greng membuat surat permintaan kepada Pak Kumis selaku pemilik kos, Greng dkk meminta agar Pak Kumis membuat WC lebih dari satu syukur2 bisa membuat WC berjumlah 5, agar tidak terjadi keributan lagi disetiap paginya.
Gareng juga menambahkan kata-kata pesan kepada Pak Kumis dalam surat permintaanya itu WC adalah tempat sampah yang paling dibutuhkan manusia. Singgasana itu tak kalah pentingnya dengan TPA Putri Cempo di kota Solo. Manusia adalah pencipta sampah, jangan lupakan sampah dan kotoranmu karena sampah dan kotoran bisa membunuhmu. Gak percaya coba kamu gak “ngising” selama seminggu pasti ada ambulan ngiung ngiung yang mendatangimu. Heheuu terdanda anak2 kosmu yang edan: Gareng, Petruk, Bagong, Togog, dan Bilung.
Pak Dursasana orang yang dikenal pelit itu pun menanggapi surat permintaan Gareng dkk, wah kalo permintaan kalian saya kabulkan nanti tempat kos ini jadi gak gayeng lagi dong, dan gak akan mungkin ada media yang mau meliput. Gereng tak kalah akal, yasudah kalau tak mau, kami berlima akan pindah tempat kos, ancam gareng. Akhirnya Pak Kumis setuju dan seminggu kemudian WC tambahan itu dibangun,



schTz
15.06.2015
Share:

0 komentar:

Posting Komentar