Jangan Buang sampah Sembarang |
Kantong plastik adalah
pembungkus yang terbuat dari plastik yang digunakan untuk memuat atau membawa
barang konsumsi. Kantong plastik selalu kita dapatkan ketika kita berbelanja di
warung atau di supermarket secara gratis karena ketika kita berbelelanja tidak
membawa tas sendiri untuk memuat barang belanjaan kita. Akhir-akhir ini muncul
kebijakan pemerintah dan Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (APRI) yang
sepakat memberlakukan penggunaan kantong plaastik berbayar seharga Rp 200,- per
lembar alasannya adalah untuk mengurangi limbah sampah plastik, kebijakan mulai
21 Februari 2016 yang bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional.
Ilustrasi cerita :
Hari sabtu kemarin gareng mengantar istrinya
yang bernama dewi sariwati ke minimarket. Sudah sejak 7 tahun yang lalu dusun
blulukthibo tempat gareng tinggal didatangi minimarket yang masuk desat. Gareng
mengantarkan istrinya untuk membeli susu formula dan popok untuk anaknya yang
masih bayi. Gareng menunggu di luar, setelah hampir 30 menit istrinya tidak
keluar gareng pun menyusul istrinya masuk ke dalam minimarket tersebut. Tak
disangka istrinya sedang ribut dengan kasir lantaran istri gareng dewi sariwati
tidak mau membayar kantong plastik yang mulai di bebankan ke pembeli sebesar Rp
200 per lembar.
Gareng dengan muka merah langsung bertanya,
ada apa ini kok ribut ribut. Begini pak gareng, kasir minimarket yang diketahui
bernama Waidehi itu langsung menjelaskan kepada Gareng, mulai tanggal 21
Februari 2016 kemarin pemerintah sudah menetapkan bahwa minimarket harus
melakukan biaya tambahan atas pemakain kantong plastik, pemerintah sedang
mengkampanyekan diet plastik, agar sampah plastik tidak menumpuk di negeri ini.
Dengan penjelasan itu gareng makin naik
pitam terhadap penjelasan Waidehi. Kenapa sih mbak, kok rakyat kecil lagi yang
harus menanggung segala sesuatu yang menjadi kebijakan pemerintah, kita ini
rakyat sudah bayar pajak ke pemerintah, pajak ini itu, pajak anu pajak ani,
dll. Kenapa pemerintah tidak menerapkan tarif lebih aja pada perusahaan2
makanan yang memakai kemasan plastik, seperti misalnya plastik makanan ringan
seperti kacang, plastik minyak goreng itu plastiknya lebih tebal dari kantong
plastik yang di pakai buat membawa barang belanjaan dan yang pasti lebih lama
lagi terurainya. Botol minuman itu juga termasuk plastik yang menjadi sampah tak
berguna yang mencemari lingkungan kalau tidak di kelola dengan baik, dan akan
menjadi sampah yang menggunung yang tidak mudah terurai. Perusahaan perusahaan penyumbang
kerusakan lingkungan itu pun ternyata luput dari perhatian pemerintah.
Sampah-sampah produksi yang dihasilkan perusahaan itu apa benar sudah dikelola
dengan baik???. Dan ini pertanyaan yang tidak usah kamu jawab mbak. Kasir itu pun
tersenyum kecut tapi tidak mengurangi kecantikannya.
Bukannya kita tidak mampu mampu bayar mbak,
tapi kebijakan ini saya rasa tidak tepat. Masyarakatnya saja masih bayak yang
sering buang sampah sembarangan, apa benar dengan adanya kebijakan ini nantinya
sampah plastik akan berkurang, nantinya cuma sampah kantong plastik berkurang
tapi sampah plastik lainnya tetep saja malah bertambah banyak. Waidehi kasir
minimarket jelmaan dewi widowati yang cantik itu pun terdiam, dan Gareng
membayar kemudian pergi.
Terlepas pro dan
kontra mengenai ilustrasi cerita diatas, terlepas juga efektif atau tidak
tentang kebijkan ini, saya akan menyoroti beberapa hal masalah sampah. Indonesia
memiliki masalah serius dengan sampah. Jumlah sampah yang dihasilkan setiap
hari di ibukota saja bisa mencapai 6,000 ton dan tumpukannya bisa sebesar
30,000 meter kubik - lebih dari setengah ukuran candi Borobudur. Rata-rata
pemakaian kantong plastik per orang di Indonesia adalah 700 lembar per tahun.
Sampah kantong plastik saja di Indonesia mencapai 4000 ton per hari atau sama
dengan 16 pesawat Boeing 747, sehingga sekitar 100 milyar kantong plastik
terkonsumsi per tahunnya di Indonesia. Produksi kantong plastik tersebut
menghabiskan 12 juta barel minyak bumi yang tak bisa diperbaharui, yang setara
dengan 11 Triliun rupiah. (Sumber: Yahoo! Indonesia dan Greeneration Indonesia).
Awal mula kebijakan
ini hadir karena jumlah sampah yang sangat besar di Indonesia dan sampah yang
tidak terkelola secara baik. Menurut saya, dari pada membuat kebijakan kantong
plastik berbayar, lebih baik membuat kebijakan buang sampah sembarangan kena
denda, tapi saya rasa memang sulit sih untuk membuat kebijakan buang sampah
sembarangan dikenakan denda. Alasannya adalah pengawasan yang sulit serta
mental masyarakat kita yang tidak sadar akan bahaya sampah terhadap pencemaran
lingkungan hidup, bahkan di ibukota pun yang setiap tahun banjir yang 50% lebih
penyumbangnya adalah sampah yang menggenang di sungai, itupun masayarakatnya
tetap saja enjoy buang sampah sembarangan, padahal sudah tahu dampak nyata yang
diakibatkan.
Sampah-sampah rumah
tangga yang ada di masyarakat kita masih tercampur antara sampah organik dan
sampah non organik (sampah kertas, sampah plastik, dan sampah organik) masih
gabung jadi satu dalam satu tempat sampah. Di Tempat pembuangan sampah, semua
carut marut antara sampah yang masih bisa di daur ulang dan sampah yang sudah
tidak bisa di daur ulang, hanya lewat pemulung lah sampah2 itu di sortir.
Saya rasa pengelolaan
sampah belum cukup merata, dan gerobak sampah atau mobil-mobil sampah jarang
dan hampir tidak pernah masuk ke desa-desa ke kampung-kampung, banyak
masyarakat desa yang membuang sampahnya adalah dengan cara di bakar. Cara
membakar itupun juga dilakukan kalau pas waktu longgar, kalau sibuk banyak dari
masyarakat desa yang membuang sampahnya langsung ke sungai begitu saja, dan hal
itu dilakukan secara berjamaah. Mobil sampah atau gerobak sampah hanya masuk ke
perumahan dan perkotaan.
Kembali ke masalah
kantong plastik, ada beberapa pendapat teman yang menyebutkan bahwa kebijakan
ini nanggung karena harga kantong plastik cuma Rp 200, kenapa tidak sekalian
harganya Rp 5.000 biar masyarakat sadar dan membawa kantong atau tas sendiri
untuk membawa barang belanjaan. Masalahnya bukan di harganya, apa benar dengan
harga segitu orang yang mampu tidak mau membayar kantong plastik dan bisa
dipastikan bahwa mereka sadar akan sampah plastik.
Selain itu ada
pendapat lain dari teman yang menyebutkan bahwa masyarakat kita sudah lama dimanjakan dengan “tas kresek”
(kantong plastik) yang ternyata itu dapat merusak tempat kita berpijak. Karena
kata para ahli sampah plastik butuh waktu puluhan tahun agar bisa terurai lagi.
Sebernarnya beberapa pedagang ritel dati tahun tahun lalu sudah menjual tas go
green yang terbuat dari kain tapi ternyata tidak laku, lagi-lagi karena kita
sudah dimanjakan dengan kantong plastik. Dengan adanya kantong plastik berbayar
minimal kita bisa mengurangi penggunaan kantong plastik.
Semoga saja kebijakan
ini nanti kedepannya banyak perbaikan demi kepentingan bersama agar kebijakan
ini tidak sekedar menjadi kebijakan “kantong bolong” yang tidak ada gunanya
bagi masyarakat. Kalau saya sih mulai dari diri sendiri saja biasakan jangan
buang sampah sembarangan walaupun itu cuma bungkus permen, dan bagi para
perokok jangan buang putung rokok sembarangan. Selain itu biasakan juga memilah
sampah organik dan un organik, biar tempat-tempat sampah yang ada di trotoar
jalan itu tidak semata-mata menjadi hiasan pemanis trotoar saja.
“Tidak ada hal besar
yang berhasil diraih jika hal kecil diabaikan”.
-Salam Sampah-
schTz
28.02.2016