Kukuruyuk
kok kok kok petok petok suara ayam berkokok dibalik lahan jagung, menandakan
hari sudah pagi. Rumput-rumput segar kembali berhias embun pagi, begitu juga
daun-daun ada setitik air di ujungnya. Matahari mulai menyulam hari, sinarnya
melelehkan udara dingin di pagi hari.
Seperti
biasa Gareng tak pernah tepat dalam menjalankan ibadah di pagi hari, dia pun
langsung bangun dengan ekspresi kaget “lhoh
uwes isuk to cuk”, kemudian bergegas mengambil air wudhu dan melaksanakan
ibadahnya. Padahal hampir setiap pagi dia terlambat bangun, dan gak bosan-bosannya
laki-laki perantau ini kaget, mungkin hanya pencitraan. Kamar kos yang sempit
itu sudah dimasuki cahaya matahari. Kamar yang berisi satu kasur, satu bantal,
dan satu guling dan peralatan lainya selalu terlihat rapi untuk ukuran seorang
laki-laki.
Pagi
adalah waktu dimana gareng dan teman-teman kosnya petruk, bagong, togog, dan
bilung berebut dan antri untuk mendapatkan singgasananya. Mereka selalu berebut
dan tak pernah mau antri seperti pembagian zakat yang dilakukan oleh
orang-orang kaya itu.
Entah
kenapa kalau pas pembagian zakat atau pembagian yang lain yang berupa uang atau
makanan orang-orang di negeri ini selalu berebut dan tak pernah mau antri.
Semisal pembagian nasi bungkus, pembagian takjil, dan pembagian BLT (Bantuan
Langsung “Telas”), “telas” artinya habis. Mereka selalu
berebut, mungkin itu juga pencitraan biar terlihat “gayeng”. Media pun jadi punya bahan pemberitaan untuk sesuatu yang
disebut “gayeng” itu. Sepeti ada gula
ada semut, dimana ada kegayengan disitu pasti ada media.
Lhoh pagi
itu bukan uang atau pun makanan yang direbutkan gareng dan kawan-kawanya. Pak
Dursasana selaku pemilik kos menanyakan itu kepada gareng. Pak Dursana yang
berkumis tebal yang menginspirasi tokoh pak Raden ini menanyakan dengan wajah
sangar. “Reng, ngopo to kowe lan
konco-koncomu kui angger isuk mesti kok gawe geger kos-kosan wae”. Belum
sempat gareng menjawab, terdengar suara celetukan bagong dari belakang “Ora popo pak ben gayeng wae”, Gereng
pun menambahi celetukan bagong iya pak biar “gayeng”
aja, siapa tahu nanti ada media yang meliput rumah kosnya Pak Dursasana, kan Pak
Kumis panggilan akrab Pak Dursasana di kampung nanti bisa terkenal seperti
calon Pak Kapolri dulu itu. “Woo lha
bocah-bocah edan”, Pak Dursasana pun berkata sambil melangkah pergi untuk
memberi makan ayam-ayamnya yang berada di dekat lahan jagung miliknya
Dalam
urusan berebut singgasana gareng selalu menjadi yang nomer wahid di setiap
paginya, karena kamar kos gareng
terlatak di samping kamar mandi. Singgasana itu di dalam kamar mandi. Di depan
kamar mandi ada tempat untuk mencuci baju, dan biasanya sambil menunggu gareng
keluar dari singgasana petruk mencuci gelas dan pring di depan kamar mandi.
Togog dan Bilung selalu bersama-sama untuk mencuci baju, walaupun bukan saudara
kembar togog dan bilung ini adalah sahabat sejak TK kemana-mana mereka selalu
berdua sampai kuliah pun mereka sejalan untuk mengambil universitas dan jurusan
yang sama.
Sementara
bagong hanya “klepas-klepus”
menikmati rokok dan “nyruput” kopinya
sambil sesekali berteriak “ndang cepet
reng, nek ngising rasah suwe-suwe rasah kakean mikir nek neng njero”. Gareng
memang sesosok orang yang intelek di selalu memikirkan apa yang menjadi
ganjalan di pikiranya, termasuk saat dia berada di dalam kamar mandi.
Tak
heran kalau kamar mandi dia sebut dengan ruang inspirasi atau bilik perenungan,
dan WC dia sebut sebagai singgasana. Menurut gareng selagi kita berada di atas singgasana
tak hanya kotoran dalam perut yang dikeluarkan tapi pikiran dan uneg-uneg
kadang muncul di tempat itu dan di waktu itu. Tak jarang dari singgasana itu
ide-ide brilian manusia tercipta.
Manusia
punya singgasana yang selalu mereka duduki, tapi tak jarang mereka hanya
menganggap subuah proses kehidupan yang kotor. Singgasana hanya sebuah buangan
yang tak bermakna dan kotor, bukankah hal yang kotor adalah sesuatu yang bisa
kita jadikan perenungan, kita tak mungkin bisa mengerti tentang bersih kalau
tak mengatahui apa itu kotor.
Bukankah
setiap manusia punya kentut dan punya kotoran untuk dikeluarkan, manusia adalah
makhuk yang selalu kotor dan lebih kotor dari kotorannya sendiri kenapa masih
ada manusia yang selalu merasa suci. Kita manusia kotor yang berusaha menjadi
bersih tanpa harus benci terhadap apa yang disebut kotor. Dan WC adalah
singgasana semua manusia di atas situlah manusia bebas berimajinasi apapun dan
bebas memikirkan apapun seperti raja yang bebas melakukan apapun sesuai
kehendak hatinya.
Sambil
menunggu kotoraan yang keluar dari perutmu kalian juga bebas mengeluarkan
pikiran-pikiran yang kalian rasakan. Di singgisana itu walau raga kalian
terpojok oleh hiruk pikuk dunia yang penuh ilusi ini, tapi di singgasana itulah
pikiran kalian bebas.
Sambil
nerocos tak karuan kepada bagong, tiba-tiba gareng membacakan puisi dengan
lantang sambil “ngeden”, berikut
cuplikan puisi gareng kepada bagong:
Ruang Inspirasi
Ditumpuk,
ditimbun, dan kemudian dibakar
Pikiran ini
menggumpal seperti sampah
Tak wajib
dilenyapkan tapi harus dikeluarkan
Dikeluarkan
bersamaan dengan sampah di perutmu
Melayang dan
menyebar kesana kemari
Seperti awan
yang bergerak mencari tujuan berlabuh angin ribut
Seperti awan
yang akan menjadi butiran hujan yang menyejukkan
Pikiran ini
harus dijatuhkan
Harus
diturunkan seperti harga sembako menjelang puasa dan lebaran
Diturunkan
bersamaan sampah di perutmu
Biar tak
menjadi uap panas yang menggerahkan
Titik-titik,
sudut-sudut, sela-sela
Hampir tiada
lagi tempat untuk disinggahi
Semua penuh,
semua sesak seperti kota metropolitan
Penuh dengan
manusia, penuh dengan kendaraan, penuh dengan asap,
Dan pasti
penuh dengan kotoran
Kotoran yang
mereka ciptakan sendiri dan kemudian mereka buang lagi
Hanya untuk
sebuah ambisi pemenuhan isi perut
Yang tak
disadari bahwa perut tak lain adalah pencipta kotoran
Terdiam, di
dalam bilik perenungan
Hanya tempat
ini yang menjadi sebuah jawaban
Sebuah ruang
inspirasi yang pengap
Konsentrasi,
hanya butuh sedikit waktu untuk mengakhiri
Booooom,
semua keluar berhampuran dan berserakan
Seperti serangan
Pearl Harbor pangkalan angkatan laut amerika di Hawaii
Pikiran dan
sampah perut pun keluar dibalik bilik
Inilah yang
dinamakan “ngising”.
Bagong
tak menggubris dia hanya memainkan asap rokoknya dari mulut yang krmudian dia keluarkan
dengan bentuk lingkaran, dan sesekali asap yang dia keluarkan dia hisap kembali
melalui hidung. Kopi di cangkir bagong sudah habis dan gareng tak kunjung keluar
dari singgasananya. Hei blok, berapa lama lagi kamu akan keluar dari singgasanamu.
Kamu bukan presiden yang wajib merungkan apa yang menjadi masalah di negeri
ini, kamu itu hanya kotoran-kotoran mambu
yang tak mungkin tercium dan dicium oleh hidung pengusa yang sudah tertutup
dengan bau sedapnya uang.
Kamu
jangan lebay reng, jangan kayak anggota DPR yang sok beraspirasi buat
rakyatnya, mereka membutuhkan dana aspirasi sebesar Rp 20 M setiap tahunnya.
Alasanya sih untuk menyejahterakan dapilnya masing-masing. Mau jadi pahlawan
buat dapil-dapilnya. Memangnya di dapil itu tidak punya kepala daerah. Pengusa-pengusa
negeri ini sudah mulai tumpang tindih tugasnya reng, apa kamu akan memikirkan
mereka yang tak memikirkan nasib kita yang tidak tahu besok mau makan apa??. Haaaa
Yang
terpenting saat ini adalah kamu itu harus segera keluar dari singgasanamu itu.
Kami ini juga mengantri untuk “ngising”,
kami juga punya uneg-uneg, bukankah setiap manusia yang waras itu juga perlu
uneg-uneg, “ngerti opo ora Cuk??”,
Bagong berteriak keras. Jangan kayak Pak Harto kalau sudah duduk di singgasana
tak mau turun-turun. Apa kami harus menunggu 32 tahun hanya untuk sekedar “ngising”.
Suatu
hari petruk, bagong, togog, dan bilung yang tak tahan dengan kelakuan gareng
ketika di kamar mandi lapor kepada Pak Kumis. Sebelum lapor mereka berunding
dengan gareng untuk membuatkan surat permintaan WC kepada Pak Kumis, dan gareng
pun menyetujuinya.
Akhirnya
greng membuat surat permintaan kepada Pak Kumis selaku pemilik kos, Greng dkk
meminta agar Pak Kumis membuat WC lebih dari satu syukur2 bisa membuat WC
berjumlah 5, agar tidak terjadi keributan lagi disetiap paginya.
Gareng
juga menambahkan kata-kata pesan kepada Pak Kumis dalam surat permintaanya itu
WC adalah tempat sampah yang paling dibutuhkan manusia. Singgasana itu tak
kalah pentingnya dengan TPA Putri Cempo di kota Solo. Manusia adalah pencipta
sampah, jangan lupakan sampah dan kotoranmu karena sampah dan kotoran bisa
membunuhmu. Gak percaya coba kamu gak “ngising”
selama seminggu pasti ada ambulan ngiung ngiung yang mendatangimu. Heheuu
terdanda anak2 kosmu yang edan: Gareng, Petruk, Bagong, Togog, dan Bilung.
Pak Dursasana
orang yang dikenal pelit itu pun menanggapi surat permintaan Gareng dkk, wah
kalo permintaan kalian saya kabulkan nanti tempat kos ini jadi gak gayeng lagi
dong, dan gak akan mungkin ada media yang mau meliput. Gereng tak kalah akal,
yasudah kalau tak mau, kami berlima akan pindah tempat kos, ancam gareng. Akhirnya
Pak Kumis setuju dan seminggu kemudian WC tambahan itu dibangun,
schTz
15.06.2015