Sepi, gelap, dan sedikit dingin, malam ini cuaca di luar
gerimis dan mengurung ragaku agar tetap tinggal di rumah ini. Rasa dingin kini
sudah terslamurkan dengan rokok dan kopi yang menemani kesendirianku. Malam ini
tak ada bintang, tak ada angin, hanya suara gemericik air yang menetes di
genting rumahku. Sang bulan tak kelihatan terangnya dia bersembunyi dibalik
awan gelap di atas sana. Aku menikmati sunyi ini bukan berarti aku suka sendiri,
tapi aku menikmati ini karena aku kurang suka dengan kebisingan dan keramaian
yang semu. Keramain malam yang menunjukkan keangkuhan orang-orang dimana mereka
terhanyut di dalam kesombonganya.
Malam ini kunikmati sunyi karena aku sedang rindu serindu-rindunya
dengan nyanyian kedamaian, nyanyian alam semesta yang tak semua orang bisa
peduli dengan kedamain yang alam ciptakan. Suara gemericik air hujan ini
sedikit mengobatiku akan nyanyian rindu itu. Aku merindukan dongeng orang tua
tentang ajaran kebaikan, tentang kehidupan. Cerita kancil “nyolong” (mencuri)
timun, tentang harimau yang terjebak dalam lubang di dalam hutan. Dongeng yang
sudah lama menghilang yang mana orang tua sekarang sudah malas atau terlalu
sibuk dengan pekerjaan dan kesehariannya sehingga lupa untuk memberikan
dongeng-dongeng itu pada anak-anaknya.
Bagaimana tidak, kancil yang bertubuh kecil itu selalu bisa
mengelabui pak tani, gajah, dan harimau. Pikirannya yang cerdik dan pandai
kadang banyak yang ditiru oleh manusia. Manusia banyak yang menjadi
kancil-kancil kecil dalam menjalani hidupnya, tepatnya mereka menjadi penjilat
atas orang lain yang bisa menguntungkan bagi dirinya sendiri.
Tak sedikit dari manusia-manusia itu yang kehilangan akal
sejatinya bahwa mereka adalah manusia. Mereka terjebak menjadi mesin-mesin
modernisasi yang mereka ciptakan sendiri. Mereka terlalu silau memandang
kemewahan sebagai lambang utama dari kesuksekan hidupnya, seperti menatap
kilaunya batu akik yang sedang membumi dan memainkan monopolinya di negeri ini.
Kesuksesan hanya sekedar terlihat dipermukaan yang yang dilambangkan dengan
harta dan jabatan, tanpa memikirkan dan peduli mengenai harta dan jabatan itu
berguna baik bagi lingkungannya atau tidak, bahkan sesungguhnya kesuksesan yang
mereka pamerkan itu tidak berguna bagi dirinya. Terjebak dalam sinar yang
terlalu terang sehingga menyilaukan batinnya.
Kesunyian ini membuatku rindu akan ajaran Nabi besar Muhammad
SAW, walaupun aku belum bisa mempelajarinya dengan baik dan serius. Aku yakin
Rosullulah SAW pasti akan bersedih apabila beliau kembali lagi pada zaman
sekarang, ajaran yang beliau ajarkan sudah banyak dilupakan oleh sebagian besar
umat manusia saat ini. Beliau sudah susah payah membawa umat maanusia dari
zaman jahilliyah ke zaman terang benderang seperti sekarang ini, bahkan sampai
menyilaukan sekali zaman modern ini.
Perjuangan yang beliau lakukan banyak yang disalahartikan
bahkan oleh umatnya sendiri, yaitu umat islam. Agama menjadi salah satu
penyebab perceraian dan peperangan antar umat manusia, walaupun sebenarnya itu
bukan mutlak masalah agama, tetapi agama dijadikan isu yang sangat sensitif di
antara umat manusia.
Mereka pemeluk agama radikal memutuskan sendiri bahwa agama
tanpa mereka sadari membuat kita sebagai manusia menjadi terkotak-kotak
kolompok yang saling terpisah satu dengan yang lainnya. Agama dijadikan ajang
pembenaran, bukan dijadikan sesuatu perbedaan yang indah dan saling menghormati
satu sama lain. Bukankah hakekatnya orang beragama itu tidak saling membenci
satu sama lain, bukankah kita hidup ini saling bergantungan satu dengan yang
lain. Misalnya petani, mereka membutuhkan benih, pupuk, pengairan yang baik,
membutuhkan penjual uttuk menjual hasil panennya, membutuhkan konsumen untuk
membeli hasil panennya, kita hidup saling ketergantungan kalau dalam biologi
disebut simbiosis mutualisme, saling ketergantungan yang menguntungkan.
Misalnya pak tani sebagai umat muslim, apakah harus membeli
pupuk dari umat muslim juga atau apa kalau membeli sesuatu kita menanyakan
agamanya dulu. Setiap agama punya batasan-batasanya sendiri dan tak perlu
dibesar-besarkan sehingga menjadi masalah yang akhirnya bisa memecah belah,
saling menghormati itu lebih penting. Aku rindu kedamaian, aku membayangkan
jika manusia itu bisa melepaskan jubah kesombongannya, pasti dunia ini akan
lebih hijau dan akan terlihat seperti surga.
Gelap yang menyelimuti langit membuatku bertanya dalam hati,
apakah ada makhluk lain yang hidup selain di planet bumi?. Aku melihat semesta
ini begitu luas, dan kebanyakan manusia hanya berfokus pada masalah di bumi,
aku meresa sebagai manusia adalah makhuk yang kecil dibanding semesta yang
membentang di atas langit sana. Eitss kita tidak tahu adalah bumi itu terletak di
atas atau di bawah langit, karena bumi itu bulat, yang aku tahu kita ada di
dalam susunan langit ciptaan-Nya.
Apakah planet-planet lain juga berpenghuni dan memilik aturan
seperti di bumi. Apakah planet lain di alam semesta ini seindah bumi. Aku tak
akan mencari jawaban itu, ilmu dan pikiranku terbatas pada raga yang berpeluh
dan berkeringat ini. Aku ini cuma seperti bakteri berebut mencari makan dan membentuk
spora-spora yang mengotori kopi hitam ini. Aku hanya sebuah bakteri dari serbuk
kopi yang sudah membusuk dan dituangkan kedalam lautan yang disebut semesta. Aku
tak lebih besar dari itu, aku tak lebih besar dari buih-buih yang disapu ombak
di pantai.
Akhirnya aku pun bisa tertawa, dalam dunia yang sempit dan
dalam waktu relatif seperti dalam teori
einsten dengan segala keriuhan dan kesombonganya, manusia rela meninggalkan
sunyi yang hadir sebentar dalam setiap malamnya, untuk tidak merenungkan
tentang diri, alam semesta, dan penciptanya. Manusia sibuk memikirkan perutnya,
dan bahkan lupa bahwa isi perut itu harus mereka buang setiap paginya, jadi
percuma kalau manusia terlalu sibuk untuk memikirkan sesuatu yang akan
dibuangnya. Sunyi itu ibarat senja, akan
hilang begitu saja bila tak merasakan kehadirannnya.
Dan sebagai penutup aku hadirkan sunyi dalam sebuah puisi
Sunyi
Malampun
jadi bisu, ketika kita tinggalkan yang namanya kalbu
Malampun
jadi haru, ketika kita bisa rasakan Tuhan dalam kalbu
Hanya
sedikit tetesan rindu
Sunyi
ini akan jadi indah jika ingat kebesaranMu
Siang
terlalu sibuk untuk sesuatu, seperti mesin-mesin yang tak berkalbu
Manusia
lupa dengan amanahnya
Manusia
lupa dengan kewajibannya
Manusia
kini hanya menjadi sebuah mesin pendorong bagi hawa nafsunya
Kembalilah
wahai manusia
Kembalilah
menjadi penjaga bumi, bukan perusak bumi
schTz
11-04-2015
terima kasih ceritanya sangat menarik.,.,.salam "kunjungi"
BalasHapusrental mobil jogja