Selasa, 19 Mei 2015

Isra’ Mi’raj (Perjalanan sunyi Nabi Muhammad SAW)

Seperti yang kita ketahui bahwa pada tanggal 27 Rajab umat islam di seluruh dunia memperingati hari isra’ dan mi’raj. Peristiwa di mana Nabi Muhammad SAW menerima perintah secara langsung dari Allah mengenai sholat lima waktu sehari.
Isra’ dan Mi’aj adalah dua peristiwa berbeda yang dilakukan Nabi Muhammad dalam waktu sehari semalam. Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram (Mekah) menuju ke Masjidil Aqsa (Yerussalem). Sedangkan Mi’raj adalah perjalanan Nabi Muhammad dari bumi menuju ke langit ke tujuh dan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha (akhir penggapaian) untuk menerima perintah langsung dari Allah SWT.
Dalam Al-Quran Surat Al-Isra’ ayat 1 yang artinya :

“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya Muhammad pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Agsa yang telah kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagai tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat”. (QS . Al-Isra’:1)

Hal yang menarik dari peristiwa Isra’ Mi’raj ini adalah perjalanan Nabi Muhammad menuju langit ketujuh hanya dalam waktu satu malam saja. Dan tentang Mi’raj Allah menjelaskan dalam Al-Quran Surat An-Najm ayat 13-18, yang artinya :

“Dan sesungguhnya dia Nabi Muhammad SAW telah melihat Jibril itu dalam rupanya yang asli pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat Sidratul Muntaha ada syurga tempat tinggal. Dia melihat Jibril ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm:13-18)

Dalam perjalanannya menuju langit ketujuh Nabi Muhammad bertemu Nabi terdahulu dalam setiap tingkatan langit. Dilangit pertama Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Adam A.S, di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa dan Yahya A.S, di langit ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf A.S, di langit keempat bertemu dengan Nabi Idris A.S, di langit kelima bertemu dengan Nabi Harun, di langit keenam bertemu dengan Nabi Musa A.S dan di langit ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim A.S.


1.        Langit Tingkat Pertama
Rasullulah SAW bertemu dengan manusia sekaligus wali Allah SWT pertama di muka bumi, Nabi Adam AS. Saat bertemu nabi Adam, Rasullulah sempat bertegur sapa sebelum akhirnya meninggalkan dan melanjutkan perjalanannya. Nabi Adam membekali rasullulah dengan doa, supaya rasullulah SAW selalu diberi kebaikan pada setiap urusan yang dihadapinya. Sambil mengucapkan salam, rasullulah meninggalkan langit pertama untuk menuju langit kedua.

2.        Langit Tingkat Kedua
Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Isa dan Nabi Yahya. Seperti halnya di langit pertama, rasullulah disapa dengan ramah oleh kedua nabi pendahulunya. Sewaktu akan meninggalkan langit kedua, Nabi Isa dan Yahya juga mendoakan kebaikan kepada rasullulah. Kemudian rasullulah bersama Malaikat Jibril terbang lagi menuju langit ketiga.

3.        Langit Tingkat Ketiga
Rasullulah bertemu dengan Nabi Yusuf, manusia tertampan yang pernah diciptakan Allah SWT di bumi. Dalam pertemuannya, Nabi Yusuf memberikan sebagian dari ketampanan wajahnya kepada Nabi Muhammad. Dan juga di akhir pertemuannya, Nabi Yusuf memberikan doa kebaikan kepada nabi terakhir itu.

4.        Langit Tingkat Keempat
Pada tingkatan ini, rasullulah bertemu Nabi Idris. Yaitu manusia pertama yang mengenal tulisan, dan nabi yang berdakwah kepada bani Qabil dan Memphis di Mesir untuk beriman kepada Allah SWT. Seperti pertemuan dengan nabi-nabi sebelumnya, Nabi Idris memberikan doa kepada Nabi Muhammad supaya diberi kebaikan pada setiap urusan yang dilakukannya.

5.        Langit Tingkat Kelima
Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Harun. Yaitu nabi yang mendampingi saudaranya, Nabi Musa berdakwah mengajak Raja Firaun yang menyebut dirinya tuhan dan kaum Bani Israil untuk beriman kepada Allah SWT. Harun terkenal sebagai nabi yang memiliki kepandaian berbicara dan meyakinkan orang. Di langit kelima, Nabi Harun mendoakan Nabi Muhammad senantiasa selalu mendapat kebaikan pada setiap perbuatannya. Setelah bertemu, kemudian Nabi Muhammad melanjutkan perjalanannya ke langit keenam.

6.        Langit Tingkat Keenam
Nabi Muhammad dan Malaikat Jibril bertemu dengan Nabi Musa. Yaitu nabi yang memiliki jasa besar dalam membebaskan Bani Israil dari perbudakan dan menuntunnya menuju kebenaran Illahi. Nabi Musa juga terkenal dengan sifatnya yang penyabar dan penyayang selama menghadapi kolot dan bebalnya perilaku Bani Israil. Selama bertemu dengan Muhammad, Nabi Musa menyambut layaknya kedua sahabat lama yang tidak pernah bertemu. Penuh kehangatan dan keakraban. Sebelum Nabi Muhammad pamit meninggalkan langit keenam, Nabi Musa melepasnya dengan doa kebaikan.

7.        Langit Tingkat Ketujuh
Di langit ini, Nabi Muhammad bertemu dengan sahabat Allah SWT, bapaknya para nabi, Ibrahim AS. Sewaktu bertemu, Nabi Ibrahim sedang menyandarkan punggungnya ke Baitul Ma’muur, yaitu suatu tempat yang disediakan Allah SWT kepada para malaikatnya. Setiap harinya, tidak kurang dari 70 ribu malaikat masuk ke dalam.
Kemudian Nabi Ibrahim mengajak Muhammad untuk pergi ke Sidratul Muntaha sebelum bertemu dengan Allah SWT untuk menerima perintah wajib shalat. Sidratul Muntaha merupakan sebuah pohon yang menandai akhir dari batas langit ke tujuh. Masih dalam hadits yang sama, rasullulah SAW menceritakan bentuk fisik dari Sidratul Muntaha, yaitu berdaun lebar seperti telinga gajah dan buahnya yang menyerupai tempayan besar.
Namun ciri fisik Sidratul Muntaha berubah ketika Allah SWT datang. Bahkan Nabi Muhammad sendiri tidak bisa berkata-kata menggambarkan keindahan pohon Sidratul Muntaha. Pada kepecayaan agama lain, Sidratul Muntaha juga diartikan sebagai pohon kehidupan. Di Sidratul Muntaha inilah Nabi Muhammad berdialog dengan Allah SWT, untuk menerima perintah wajib shalat lima waktu dalam sehari.
Berfirman Allah SWT : “Hai Muhammad Aku mengambilmu sebagai kekasih sebagaimana Aku telah mengambil Ibrahim sebagai kesayangan dan Akupun memberi firman kepadamu seperti firman kepada Musa Akupun menjadikan umatmu sebagai umat yang terbaik yang pernah dikeluarkan pada manusia, dan Akupun menjadikan mereka sebagai umat wasath (adil dan pilihan), Maka ambillah apa yang aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur“.
“Kembalilah kepada umatmu dan sampaikanlah kepada mereka dari Ku”. Nabi kemudian menerima perintah untuk membawa amanah Allah berupa shalat 50 waktu dalam sehari semalam untuk Nabi Muhammad dan umatnya.
Kemudian Rasulullah turun ke Sidratul Muntaha. Dalam perjalanan pulang di langit keenam, beliau bertemu Musa A.S. Terjadilah percakapan di antara keduanya, Musa menanyakan apa yang dibawa Muhammad setelah menghadap Allah. Muhammad kemudian menjelaskan mengenai perintah untuk melakukan shalat 50 waktu dalam sehari semalam. Musa lantas menyuruh Muhammad untuk kembali menghadap Allah dan meminta keringanan.
Muhammad lantas kembali kehadirat Allah untuk meminta keringanan. Permintaan tersebut dikabulkan, perintah shalat diturunkan menjadi 45 kali. Setelah itu Muhammad kembali dan bertemu lagi dengan Musa. Dikisahkan Nabi Muhammad SAW sempat beberapa kali pulang pergi untuk meminta keringanan shalat, hingga akhirnya turun menjadi lima kali dalam waktu sehari semalam.
Setelah perintah shalat diturunkan menjadi lima waktu dalam sehari semalam, dikisahkan bahwa Nabi Musa masih menyuruh Muhammad untuk meminta keringanan. Tapi Nabi Muhammad tidak berani lagi melakukannya karena malu pada Allah, ia pun rela dan ikhlas dengan ketentuan tersebut. Nabi akhirnya kembali dengan membawa perintah shalat selama lima waktu yang kita kenal sebagai shalat Subuh, Zuhur, Asar, Magrib dan Isya.
Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat Islam sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.
Pertama, adanya penderitaan dalam perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat. Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat indah dalam salah satu ayat Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 45, yang artinya:

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. Yaitu orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS Al-Baqarah :45)

Shalat merupakan media untuk mencapai kesalehan antara seorang hamba dengan Allah. Shalat juga menjadi sarana untuk menjadi keseimbangan tatanan masyarakat yang egaliter, beradab, dan penuh kedamaian. Makanya tidak berlebihan apabila Alexis Carrel menyatakan : “Apabila pengabdian, sholat dan do’a yang tulus kepada Sang Maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut“. Perlu diketahui bahwa A. Carrel bukanlah orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama, tetapi dia adalah seorang dokter dan pakar Humaniora yang telah dua kali menerima nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja dan pencangkokannya. Tanpa pendapat Carrel pun, Al–Qur’an 15 abad yang lalu telah menyatakan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusu’ akan bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar, sehingga tercipta tatanan masyarakat yang harmonis, egaliter, dan beretika.
Dengan demikian shalat sehari yang lima waktu ini jangan sampai kita tinggalkan dengan alasan apapun, kecuali pada wanita yang sedang datang bulan. Perintah shalat yang diberikan langsung dari Allah kepada Muhammad merupakan perintah ibadah yang paling utama. Seperti yang dijelaskan diatas shalat yang baik dapat mencegah perbutaan yang keji dan mungkar. Shalat dapat diajadikan umat muslim sebagai media untuk mendekatkan diri dan seoalah-olah kita bisa besrtemu dan melihat langsung Allah Sang Maha Pencipta. Kita harus berusaha menghadirkan Allah ketika sedang melaksanakan shalat jangan hanya sekedar bergerak dan membaca bacaan shalat tanpa mengetahui bahwa sesungguhnya kita sedang berkomunikasai langsung dengan Allah. Selain sebagai kewajiban utama seorang muslim shlat juga punya banyak hikmah bagi manusia yang menjalankannya, salah satunya dibidang kesehatan.
Walaupun saat ini saya juga belum bisa melakukan shalat dengan baik,  karena shalat yang baik itu berhubungan dengan keikhlasan hati kita dengan Allah. Saya pribadi tidak bisa mendefinisikan keikhlasan tersebut. Akan tetapi suatu usaha untuk melakukan ibadah dengan baik harus kita coba dan kita latih setiap harinya, agar kita bisa menjadi lebih taat dan lebih mengerti tentang diri kita dan pencipta kita. Sebagai umat beragama yang baik jadikanlah sebuah peristiwa yang ada dimuka bumi ini sebagai pembelajaran dan sebagai penambah iman. Jadilah manusia yang “tanggap sasmita”, peka terhadap sebuah peristiwa.
Semoga kita termasuk orang yang bisa menjadi lebih baik dalam setiap waktunya. Manusia adalah orang yang rugi bila tidak bisa memanfaatkan waktunya, waktu tidak akan bisa kembali. Waktu akan terus berjalan membunuhnu dengan kejam, tanpa sebuah rasa belas kasihan untuk kembali mundur kebelakang. Waktu adalah racun manis yang mematikan apabila kita tertipu oleh muslihat setan. Waktu bisa berjalan lambat dan bisa berjalan cepat, tapi waktu tidak mungkin bisa berjalan mundur kebelakang. Peristiwa Isra’ Mi’raj ini juga berhubungan dengan waktu, dan apabila ada waktu saya akan membahasnya di tulisan berikutnya. heheuu


schTz
16-05-2015
Share:

Sabtu, 16 Mei 2015

Sunyi itu bukan berarti sepi



Sepi, gelap, dan sedikit dingin, malam ini cuaca di luar gerimis dan mengurung ragaku agar tetap tinggal di rumah ini. Rasa dingin kini sudah terslamurkan dengan rokok dan kopi yang menemani kesendirianku. Malam ini tak ada bintang, tak ada angin, hanya suara gemericik air yang menetes di genting rumahku. Sang bulan tak kelihatan terangnya dia bersembunyi dibalik awan gelap di atas sana. Aku menikmati sunyi ini bukan berarti aku suka sendiri, tapi aku menikmati ini karena aku kurang suka dengan kebisingan dan keramaian yang semu. Keramain malam yang menunjukkan keangkuhan orang-orang dimana mereka terhanyut di dalam kesombonganya.
Malam ini kunikmati sunyi karena aku sedang rindu serindu-rindunya dengan nyanyian kedamaian, nyanyian alam semesta yang tak semua orang bisa peduli dengan kedamain yang alam ciptakan. Suara gemericik air hujan ini sedikit mengobatiku akan nyanyian rindu itu. Aku merindukan dongeng orang tua tentang ajaran kebaikan, tentang kehidupan. Cerita kancil “nyolong” (mencuri) timun, tentang harimau yang terjebak dalam lubang di dalam hutan. Dongeng yang sudah lama menghilang yang mana orang tua sekarang sudah malas atau terlalu sibuk dengan pekerjaan dan kesehariannya sehingga lupa untuk memberikan dongeng-dongeng itu pada anak-anaknya.
Bagaimana tidak, kancil yang bertubuh kecil itu selalu bisa mengelabui pak tani, gajah, dan harimau. Pikirannya yang cerdik dan pandai kadang banyak yang ditiru oleh manusia. Manusia banyak yang menjadi kancil-kancil kecil dalam menjalani hidupnya, tepatnya mereka menjadi penjilat atas orang lain yang bisa menguntungkan bagi dirinya sendiri.
Tak sedikit dari manusia-manusia itu yang kehilangan akal sejatinya bahwa mereka adalah manusia. Mereka terjebak menjadi mesin-mesin modernisasi yang mereka ciptakan sendiri. Mereka terlalu silau memandang kemewahan sebagai lambang utama dari kesuksekan hidupnya, seperti menatap kilaunya batu akik yang sedang membumi dan memainkan monopolinya di negeri ini. Kesuksesan hanya sekedar terlihat dipermukaan yang yang dilambangkan dengan harta dan jabatan, tanpa memikirkan dan peduli mengenai harta dan jabatan itu berguna baik bagi lingkungannya atau tidak, bahkan sesungguhnya kesuksesan yang mereka pamerkan itu tidak berguna bagi dirinya. Terjebak dalam sinar yang terlalu terang sehingga menyilaukan batinnya.
Kesunyian ini membuatku rindu akan ajaran Nabi besar Muhammad SAW, walaupun aku belum bisa mempelajarinya dengan baik dan serius. Aku yakin Rosullulah SAW pasti akan bersedih apabila beliau kembali lagi pada zaman sekarang, ajaran yang beliau ajarkan sudah banyak dilupakan oleh sebagian besar umat manusia saat ini. Beliau sudah susah payah membawa umat maanusia dari zaman jahilliyah ke zaman terang benderang seperti sekarang ini, bahkan sampai menyilaukan sekali zaman modern ini.
Perjuangan yang beliau lakukan banyak yang disalahartikan bahkan oleh umatnya sendiri, yaitu umat islam. Agama menjadi salah satu penyebab perceraian dan peperangan antar umat manusia, walaupun sebenarnya itu bukan mutlak masalah agama, tetapi agama dijadikan isu yang sangat sensitif di antara umat manusia.
Mereka pemeluk agama radikal memutuskan sendiri bahwa agama tanpa mereka sadari membuat kita sebagai manusia menjadi terkotak-kotak kolompok yang saling terpisah satu dengan yang lainnya. Agama dijadikan ajang pembenaran, bukan dijadikan sesuatu perbedaan yang indah dan saling menghormati satu sama lain. Bukankah hakekatnya orang beragama itu tidak saling membenci satu sama lain, bukankah kita hidup ini saling bergantungan satu dengan yang lain. Misalnya petani, mereka membutuhkan benih, pupuk, pengairan yang baik, membutuhkan penjual uttuk menjual hasil panennya, membutuhkan konsumen untuk membeli hasil panennya, kita hidup saling ketergantungan kalau dalam biologi disebut simbiosis mutualisme, saling ketergantungan yang menguntungkan.
Misalnya pak tani sebagai umat muslim, apakah harus membeli pupuk dari umat muslim juga atau apa kalau membeli sesuatu kita menanyakan agamanya dulu. Setiap agama punya batasan-batasanya sendiri dan tak perlu dibesar-besarkan sehingga menjadi masalah yang akhirnya bisa memecah belah, saling menghormati itu lebih penting. Aku rindu kedamaian, aku membayangkan jika manusia itu bisa melepaskan jubah kesombongannya, pasti dunia ini akan lebih hijau dan akan terlihat seperti surga.
Gelap yang menyelimuti langit membuatku bertanya dalam hati, apakah ada makhluk lain yang hidup selain di planet bumi?. Aku melihat semesta ini begitu luas, dan kebanyakan manusia hanya berfokus pada masalah di bumi, aku meresa sebagai manusia adalah makhuk yang kecil dibanding semesta yang membentang di atas langit sana. Eitss kita tidak tahu adalah bumi itu terletak di atas atau di bawah langit, karena bumi itu bulat, yang aku tahu kita ada di dalam susunan langit ciptaan-Nya.
Apakah planet-planet lain juga berpenghuni dan memilik aturan seperti di bumi. Apakah planet lain di alam semesta ini seindah bumi. Aku tak akan mencari jawaban itu, ilmu dan pikiranku terbatas pada raga yang berpeluh dan berkeringat ini. Aku ini cuma seperti bakteri berebut mencari makan dan membentuk spora-spora yang mengotori kopi hitam ini. Aku hanya sebuah bakteri dari serbuk kopi yang sudah membusuk dan dituangkan kedalam lautan yang disebut semesta. Aku tak lebih besar dari itu, aku tak lebih besar dari buih-buih yang disapu ombak di pantai.
Akhirnya aku pun bisa tertawa, dalam dunia yang sempit dan dalam waktu relatif  seperti dalam teori einsten dengan segala keriuhan dan kesombonganya, manusia rela meninggalkan sunyi yang hadir sebentar dalam setiap malamnya, untuk tidak merenungkan tentang diri, alam semesta, dan penciptanya. Manusia sibuk memikirkan perutnya, dan bahkan lupa bahwa isi perut itu harus mereka buang setiap paginya, jadi percuma kalau manusia terlalu sibuk untuk memikirkan sesuatu yang akan dibuangnya. Sunyi itu ibarat senja,  akan hilang begitu saja bila tak merasakan kehadirannnya.
Dan sebagai penutup aku hadirkan sunyi dalam sebuah puisi

                                                Sunyi
Malampun jadi bisu, ketika kita tinggalkan yang namanya kalbu
Malampun jadi haru, ketika kita bisa rasakan Tuhan dalam kalbu
Hanya sedikit tetesan rindu
Sunyi ini akan jadi indah jika ingat kebesaranMu
Siang terlalu sibuk untuk sesuatu, seperti mesin-mesin yang tak berkalbu
Manusia lupa dengan amanahnya
Manusia lupa dengan kewajibannya
Manusia kini hanya menjadi sebuah mesin pendorong bagi hawa nafsunya
Kembalilah wahai manusia
Kembalilah menjadi penjaga bumi, bukan perusak bumi




schTz
     11-04-2015
Share: